November 27, 2010

  Ami terus memandangi dirinya di cermin. Waktu sudah menunjukkan pukul 09:00. Hari ini Ardy pulang. Ya ia harus berbahagia. Tapi, kemana miko? Apa semarah itukah Miko padanya hingga tidak mengaktifkan ponsel selama seminggu lebih? Ah sudalah, pikir Ami. Mungkin ia sedang ingin sendiri, nanti juga baik lagi, gumamnya.

  Ami berangkat ke Bandara denga travel. Alasannya karena murah. Ya akhir-akhir ini ia sedang krisis moneter. Ia telah menghabiskan tabungannya untuk membeli kado Ardy. Semoga saja semua usahanya tidak sia-sia. Sepanjang perjalanan, ia terus menatap jalanan yang basah karena hujan. Bandung terus-menerus hujan akhir-akir ini. Pagi, siang, sore, malam. Setiap saat hujan. Ami sampai harus naik bus berhari-hari karena kalau naik motor jadulnya ia akan kehujanan. Oh ya, apa Miko terhindar dari hujan? Dia kan pelupa. Dia selalu tidak membawa jas hujan atau payung. Hanya jaket kulit yang sudah dekil yang selalu dibawanya kemana-mana. Ah! Bagaimana kalau membelikannya jaket? Yaaa harus menabung lagi! Ami terus menerus berbicara dengan pikirannya sendiri. Karena sangat lelah, ia pun memasang headphonenya, memutar Overtheyear - Nevershoutnever, dan beberapa detik kemudian ia tertidur pulas dengan mantelnya.

  Matahari sudah menampakkan sinarynya yang sangat menyilaukan ketika Ami terbangun dari tidurnya. Berapa lama ia tertidur? Kenapa sudah sampai di bandara lagi? Oh sepertinya bus ini punya mesin roket. Ami langsung merapikan bajunya dan melepas mantelnya. Ia segera turun dari Bus.

  Ami masih memasang Headphone di telinganya saat ia tengah berjalan menuju Bandara. Tiba-tiba saja ia menatap punggung yang tak aisng lagi. Jaket yang sudah lusuh. Rambut yang mulai gondrong --yang sepertinya sejak terakhir kali ia bertemu, si pria belum mencuci rambutnya. Ah! tak salah lagi! ia pasti Miko! Ami langsung melepaskan headphonenya dan mempercepat langkahnya. Hingga tiba-tiba ia terhenti karena seseorang memeluknya dari belakang. Dan saat yang sama, Miko membalikkan tubuhnya dan melihatnya...

   Gawat.

***

  Miko memutuskan untuk kembali ke Bandara hari ini. Mengurus segala hal yang menyangkut Ayahnya dan meyakinkan pihak Airline bahwa dia tidak akan menuntut atas kecelakaan ini. Setibanya di Bandara, ia akan langsung menemui Manager yang waktu itu menjelaskan kronologi kejadiannya. Ya semuanya harus cepat selesai dan ia akan kembali ke kehidupan yang normal. Ah! Ia sampai lupa, selama seminggu ini ia belum mengaktifkan ponselnya. Niat pulang ke Bandung untuk mengambil Charger pun tak juga dilakukannya karena ia terlalu sibuk mengurusi tahlilan. Ah.... Ami. Betapa ia sangat merindukannya.

  Sesampainya di Bandara, Miko terus mempercepat langkahnya. Tanpa melihat kiri kanan dan seolah-olah tidak ada orang lain selain dirinya di Bandara itu. Hampa. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Sekarang apa yang harus dilakukan? Kembali ke Bandung dan bertemu Ami. Menjalani kuliah dengan baik dan lulus dengan cepat. Mengambil kerja part time dan mencoba bisnis lewat kaskus. Ya, Bangkit. Ia tidak boleh terus menerus seperti ini. Tiba-tiba pipinya terasa hangat. Air mata pertama sejak kepergian Ayahnya.

  Miko mungkin akan terus melamun disiti jika ia tidak merasa ada yang memperhatikannya sedari tadi. Ia membalikkan tubuhnya dan melihat siluet tubuh wanita yang sudah tak asing lagi. Rambut ikal yang kecoklatan terkena sinar matahari. Kacamata fiber glass biru. Kemeja broken white dengan tudung di belakangya dan sepatu converse yang sudah lusuh. Ami. Mata Miko berpapasan dengan mata Ami. Dan Miko baru menyadari bahwa ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Hangat. Erat. Nafas Miko tercekat. IA menelan ludah dan mengepalkan tangannya. Itu pasti... Ardy.

***

   Ardy mempercepat langkahnya. ia berhenti untuk membetulkan tali sepatunya. Ketika ia mendongak, betapa terkejutnya ia. Punggung yang tak pernah berubah dari dulu. YAng ia hafal di luar kepala karena saking sering memeluknya. Rambut ikalnya yang kecoklat-coklatan. Tidak salah lagi.... Ami.

    Ardy berlari dan langsung memeluk Ami dari belakang. Ia masih diam, dan memejamkan matanya. Ardy merasakan tubuh Ami yang hangat. Akhirnya, setelah sepuluh ahun lamanya, ia kembali bertemu dengan Ami. Tapi, kenapa Ami tidak memberikan reaksi?

***

    Ami masih diam. Beku. Apa ini? Dua orang yang sangat ia rindukan, dan lebih sangat ia rindukan bertemu disaat seperti ini. Ah! Ami membuka mulutnya, mengucap sebuah nama "Miko..."

   Ardy tercekat "Ini Ardy mi, Ardy!! Masa kamu lupa?" Ardy melepaskan tangannya dari leher Ami.
   Miko menhampiri Ami,
  "Ami!"

   Ami tampak bingung, tapi ia tahu apa yang harus ia lakukan. Memukul Miko.
  "Kamu kemana aja sih Ko? Ponsel kamu dibuang kemana? Masa cuma gara-gara hal kecil doang kamu sampai gak mau hubungin aku selama ini? JAHAT!" Ami terus menerus memukul Miko. Yang dipukul hanya tersenyum. Memantapkan dirinya, dan menggenggam tangan kecil Ami.

   "Ayahku meniggal Mi,"
   Ami tersentak kaget. Ia melepaskan lengannya dan merangkul Miko yang tingginya 20 cm diatasnya.
    "Be strong! Fighting!"

   Ardy yang sedari tadi merasa dicuekin langsung melambai-lambaikan tangannya ke arah Ami. Ami tersadar bahwa yang tadi memeluknya Ardy. Ia langsung meninju perut ARdy dengan reflek.

   "Cokelat yang kamu kasih basi semua!" Lalu Ami memutuskan untuk memperkenalkan mereka berdua. Sudah terlalu bosan dengan kesunyian ini.
   "Dy, ini Miko. Miko, ini Ardy. Hore sekarang kalian udah saling kenal kan? Aaah perutku bermain orchestra sepertinya" Ami mengelus-ngelus perutnya. "Jadi, Ardy mau nraktir, kan?"

   Belum sempat kedua pria yang ada dihadapannya berkata-kata, Ami langsung menggandeng tangan mereka berdua dan berlari ke tempat parkir.

***

No comments: