So far away from where you are
These miles have torn us world's apart
And I miss you
Yeah, I miss you
So far away from where you are
I'm standing underneath the stars
And I wish you were here
--
Percikan air hujan membuat pandangan dari dalam jendela menjadi blur. Suara klakson, rem, dan deburan kubangan air menjadi satu. Ardi menatap lurus-lurus ke arah jalanan. Tepat pukul lima, ia mengalihkan pandangan dari jam digital di radio ke handphonenya yang sekarang bergetar. Ia tersenyum getir.
Lampu berganti menjadi hijau. Dibelokkannya mobil VW hitam kesayangannya ke arah jalan L.L. R. E. Martadinata. Sebuah resto aneka daging sapi, yang biasa ia datangi setiap ia dipertemukan dengan tanggal dan bulan yang sama, tentunya di tahun berbeda, menjadi tempat makan malamnya hari ini.
Bangku dipojokkan, yang biasanya selalu waiting list, kini kosong melompong.
"Wah, mas yang ini" Sapa sang pelayan ramah.
Ardi tersenyum, memaksakan seulas senyum, lebih tepatnya."Tenderloin dan milkshake strawberry, dessertnya tiramisu saja.."
"Tenderloin Beef stau, Milkshake strawberry satu, dan tiramisunya satu. Mbaknya gak sekalian dipesankan, Mas?"
"Kali ini tidak akan datang sepertinya," Ucap Ardi, meyakinkan dirinya bahwa membubuhkan kata sepertinya adalah kesalahan besar.
"Lima belas menit ditunggu, Mas. Terimakasih," Kata pelayan itu sambil pamit.
Bukan sepertinya, ucap Ardi dalam hati. Ia tak akan datang.
--
I miss the years that were erased
I miss the way the sunshine would light up your face
I miss all the little things
I never thought that they'd mean everything to me
--
Lima Juli, 2008.
"Aku gak suka coklat, Di. That's why kamu tuh beruntung banget dapetin aku yang cuma suka gulali!" Ujar Gani, sambil melahap habis Gulali di tangannya.
"Loh, harus ya, aku bersyukur segala? Haha, iya deh
Gan, kamu tuh emang pengertian banget sama dompetku," Kata Ardi sambil mencubit kedua pipi Gani yang chubby.
"Sakit tauk!"
Gani
membalas dengan melayangkan cubitan di lengan Ardi.
"Beefnya enak, kan? Gak semua makanan rekomendasiku tidak cocok dengan seleramu kan?"
Rani mengalihkan pandangannya dari Gulali yang sekarang tinggal tangkainya saja ke piring penuh bumbu black pepper miliknya, yang sedari tadi Beefnya sudah habis ia lahap. "Iya, Di! Kamu hebat juga ya! Tahun depan kita kesini lagi ya! Aku baik, kan. Cuma minta ditraktir yang beginian di hari anniversary kita yang cuma setaun sekali!"
Malam itu dihiasi dengan gelakkan tawa kedua remaja yang berbeda dua tahun tersebut.
Tuhan, aku cuma minta tahun depan, dan tahun tahun yang lainnya selalu ada untuk kami. Diam-diam, sambil menatap mata bulat perempuan di hadapannya, ia memanjatkan do'a. Do'a yang benar-benar berasal dari hatinya. Semoga, Engkau mengabulkan do'a hamba, Ya Tuhan, Amin.
--
Tujuh Juli, 2010.
Disela-sela rapat sore itu, ponsel Ardi berdering tepat setelah ia selesai menyampaikan presentasinya. Ia pun memohon izin untuk keluar mengangkat panggilan tersebut.
"Iya, Tante?"
"Ardi, bisa kamu ke R.S Borromeus sekarang?" Tak seperti biasanya, Tante Diana, Ibunda Gani, berbicara dengan nada panik seperti ini.
"Bisa tante, memang ada apa?"
"Gani... Kata Dokter, dia... dia..."
"Tante? Halo Tante? Masih disana?"
Tuuut tuuut tuuut. Panggilan terputus.
Dengan mengumpulkan tenaga yang masih tersisa, Ardi berlari ke arah Basement dan segera menyalakkan mesin mobilnya. Untunglah, jarak dari kantor ke rumah sakit hanya tiga kilo meter. Kurang dari dua puluh menit, ia sudah berada di tempat administrasi dan langsung menanyakan pasien atas nama Gani.
Gani menderita anoreksia. Lambungnya menciut, saling merekat rapat satu sama lain. Kenapa selama dua tahun mereka berpacaran Gani tak pernah menceritakan hal ini pada Ardi? Tanya Ardi pada dirinya sendiri.
Ardi sibuk menyalahkan dirinya karena ia tak pernah sekalipun bertanya kenapa Gani sering minta izin ke toilet setiap habis makan bersamanya. Kenapa, ia bisa selengah ini. Kenapa, ia tidak bisa mencegahnya sebelum terlambat?
Terdengar derap kaki dari dalam ruang ICU yang diikuti suara pintu. Ardi dan Tante Diana mendongak bersamaan.
Dokter itu tersenyum.
Senyum yang tak dapat Ardi artikan.
Lalu ia menggelengkan kepalanya.
Lutut Ardi terasa lemas. Ia terjatuh. Pipinya terasa panas. Isak tangis yang sangat keras terdengar jelas dari samping kirinya. Ardi kemudian memaksakan dirinya untuk berdiri, dan melangkahkan kaki menuju ruangan yang serba putih tersebut.
Dari tempat ia berdiri, terlihat Gani yang meski berwajah pucat, terdapat seulas senyum dari bibirnya. Senyum yang biasa Ardi lihat setiap kali ia menyanyikannya lagu kesukaan Gani, No Ordinary Love. Yang susah payah dinyanyikan Ardi karena penyanyi aslinya merupakan seorang wanita.
Kalau ini memang yang terbaik, Gan. Ardi membelai rambut Gani untuk terakhir kalinya.
--
I feel the beating of your heart
I see the shadows of your face
Just know that wherever you are
Yeah, I miss you
And I wish you were here
--
Lima Juli, 2011.
Beefnya masih ia biarkan hingga terasa dingin. Es batu yang ada pada milkshakenya pun meleleh satu persatu. Angin berhembus pelan tetapi sangat menusuk.
Ardi merogoh ponsel yang ada pada sakunya, yang sedari tadi ia hindari. Melihat LED biru yang berkedip-kedip sedari tadi.
Ardi & Gani. Empat tahun. Suis Butcher, pukul lima sore.
Ia menekan tombol not now, lalu delete.
Aku akan selalu sayang sama kamu, Gan. Dan rasa ini akan tetap sama. Dan aku yakin kamu tahu itu. Mulai sekarang aku bakalan nepatin janji aku sama kamu, buat ngelanjutin hidup aku meski suatu saat kita pisah. Tapi aku yakin, Gan. Ini cuma masalah ruang dan waktu. Aku yakin, somehow, Tuhan akan mempertemukan kita lagi. Amin.
Ardi menegak milkshake strawberrynya, lalu mengambil empat lembar kertas biru dari dompetnya dan melangkahkan kakinya.
Melangkah ke kehidupan selanjutnya.
--
So far away from where you are
These miles have torn us world's apart
And I miss you
Yeah, I miss you
And I wish you were here
-
Seperti air, yang selalu pulang dan berkumpul bersama kawannya, di tempat ia berasal.
No comments:
Post a Comment